Kontrovesi Penggunaan Nama “Allah” (Pdt Rubin Adi Abraham)
KONTROVESI PENGGUNAAN NAMA “ALLAH”
Akhir-akhir ini ada sekelompok orang Kristen yang tidak mau menggunakan nama “Allah” untuk sesembahan orang percaya tapi mengganti nama Allah dalam Alkitab terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) dengan Eloim (seharusnya: Elohim), nama “TUHAN” dengan Yahweh, nama “Yesus Kristus” dengan Yesua Hamasiah. Alasannya antara lain:
- Allah adalah dewa/berhala yang disembah orang Arab, sebagai dewa air, dewa bulan, dll.
- Nama “Allah” berasal dari Babilonia yang menyembah berhala, lalu menyebar ke Arab.
- Allah adalah nama Tuhannya umat Islam, bukan umat Kristen.
- Nama diri (proper name) Tuhan adalah Yahweh, berarti mengganti namanya dengan “Allah” adalah salah bahkan dianggap menghujat Yahweh, karena telah mengganti nama-Nya dengan nama dewa atau berhala (I Taw. 16:26). Ini berarti semua kata penyebutan dalam bahasa apapun di dunia untuk Tuhan [misalnya: “God” (Inggris), Gott (Jerman), Dieu (Perancis), Debata Mulajadi Na Bolon (Batak), Gusti (Sunda/Jawa)] harus diganti dengan kata Yahweh atau Elohim, karena nama lain identik dengan nama dewa.
Nama Yahweh harus dimuliakan dan dikuduskan (Kel 20:7, Mat. 6:9), karena nama Yahweh adalah nama Tuhan yang satu-satunya dan turun temurun (Yes. 42:8, Kel. 3:15, Zach. 14:9).
- El/Elohim.
Nama El dan Elohim bisa digunakan sebagai gelar/sebutan/panggilan umum (generic appelative) ataupun nama diri (proper name), tergantung konteksnya. Mis: Kej. 33:20 “Allah (Elohim) Israel adalah Allah (El). Namun nama El lebih banyak digunakan sebagai “nama diri” Tuhan, sedangkan Elohim lebih banyak digunakan sebagai “sebutan/gelar/panggilan umum”. Nama El juga disejajarkan dengan nama Yahweh. Mis: Ul. 9:5 “Aku, TUHAN (Yahweh), Allahmu (Elohim), adalah Allah (El) yang cemburu; Kej. 28:16-19, dll.Nama kedua dalam bahasa Ibrani adalah:
- YHWH (atau YHVH) yang disebut dengan istilah: Tetragrammaton. Nama ini baru dikenal Musa sebagai pribadi yang membawa umat Israel keluar dari Mesir. Kel. 6:1-2 “Akulah TUHAN (Yahweh), Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah (El) yang Mahakuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN (Yahweh), Aku belum menyatakan diri. (Bnd. Kel. 3:13-14). Jadi pada masa patriakh nama “El/Elohim”-lah yang digunakan dan baru pada masa Keluaran nama Yahweh dinyatakan kepada Musa. Dengan demikian pandangan bahwa nama Yahweh adalah nama satu-satunya dari kekal sampai kekal tidak benar. Lagipula sekalipun nama Yahweh telah diperkenalkan, ternyata nama El sebagai nama diri masih dipakai juga bahkan sampai sesudah Pembuangan di Babel sebagai pengganti nama Yahweh (Yes 40:18; 43:10-12).Nama ketiga dalam bahasa Ibrani adalah:
- ADONAI, diterjemahkan sebagai “Tuan” atau “Tuhan” (beda dengan Yahweh yang diterjemahkan “TUHAN”). Dalam PL sekitar 300 kali Adonai dipakai sebagai kata di depan Yahweh. Oleh LAI agar tidak menimbulkan pengulangan tidak diterjemahkan menjadi “Tuhan TUHAN”, tapi “Tuhan ALLAH” (beda penulisan dengan “Allah” yang merupakan terjemahan dari El/Elohim).Pada abad ke III sM, Eliezer, Imam Besar Bait Allah di Yerusalem mengutus para ahli kitab Israel ke Mesir atas undangan raja Ptolomeus Philadelpus untuk menterjemahkan Alkitab PL bahasa Ibrani ke bahasa Yunani, yang disebut sebagai Septuaginta (LXX atau 70). Dalam Septuaginta istilah El/Elohim diterjemahkan menjadi Theos, dan Yahweh/Adonai menjadi Kurios (atau Kyrios). Penggantian nama dalam penterjemahan itu tidak menjadi masalah bagi orang Yahudi.
Septuaginta adalah Alkitab yang digunakan oleh Yesus maupun para rasul semasa mereka hidup. Sebagian besar kutipan PL dalam PB diambil langsung dari Septuaginta, sekalipun kalimatnya ada yang sedikit berbeda dengan teks Masoret (Ibrani). Berarti Theos dan Kurios adalah istilah yang mereka pakai untuk menyebut El/Elohim dan Yahweh. Dan tidak ada bukti ayat dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa mereka keberatan atas penterjemahan itu.
Istilah Theos dan Kurios juga dipakai oleh para penulis Alkitab Perjanjian Baru (yang ditulis dalam bahasa Yunani) untuk menulis nama sesembahan mereka..
Di kayu salib Yesus memanggil nama Bapa-Nya dengan berkata “Eli/Eloi Eli/Eloi lama sabakhtani (Mat. 27:46, Mrk. 15:34). Saat itu Yesus berbicara dalam bahasa dialek lokal Aram, bukan bahasa Ibrani yang menyebut Tuhan sebagai El/Elohim atau Yahweh. Berarti memanggil nama El/Elohim dalam bahasa non Ibrani, dianggap wajar oleh Yesus.
Fakta bahwa Tuhan tidak menuliskan “Nama-Nya” dalam bahasa “Ibrani” saja, menyadarkan kita bahwa rupanya terjemahan bahasa merupakan salah satu cara yang Tuhan pakai untuk menyebarluaskan firman-Nya. Tampaknya tidak ada satu bahasa pun yang dipilih Tuhan sebagai bahasa resmi sorgawi, mungkin dengan maksud agar bahasa tidak diperdewakan (bibliolatry).
Berbeda dengan Yudaisme yang bersifat sentripetal (memusat) ke Yerusalem dan bangsa/ bahasa Ibrani atau Islam ke Mekah dan bangsa/bahasa Arab; Kekristenan bersifat sentrifugal (menyebar) sesuai Amanat Agung Penginjilan (Mat. 28:19). Jadi Kabar Baik diberitakan bukan sebagai monopoli bangsa Yahudi dengan bahasa Ibraninya tetapi sebagai milik bangsa-bangsa lain juga. Bandingkan: Yohanes menyebut Yesus sebagai Logos (Yoh. 1:1) istilah Yunani yang dikenal waktu itu sebagai “ide/hikmat tertinggi dari sang Pencipta” ataupun Paulus yang memperkenalkan Allah Monotheisme (Sang Pencipta) kepada orang Athena dengan menggunakan jalan masuk “Allah yang tidak dikenal” (Kis. 17:23) secara kontekstual. Paulus menggunakan istilah atau nama yang ada, kemudian memberikan pemahaman isi yang baru terhadap istilah atau nama tersebut.
Pada hari Pentakosta yaitu “hari kelahiran gereja”, firman Tuhan yang diucapkan oleh para rasul malah diterjemahkan ke berbagai bahasa oleh Roh Kudus! (Kis.2:1-13). Pada saat itu pun orang Arab sudah ada yang menjadi Kristen (ay. 11) dan mendengar firman dalam bahasa Arab tentunya.
Alkitab terjemahan Aram-Siria yang disebut “Peshita” menggunakan nama “Alaha”, yang merupakan perkembangan penyebutan nama El ke dialek Aram-Siria. Penemuannya yang tertua berasal dari awal abad V (dua abad sebelum masa Islam). Penggunaan kata Alaha dalam jemaat Gereja Orthodox Siria kuno sudah terjadi lama sekali dan tidak terpengaruh budaya kafir ‘Jahiliyyah’ yang berpengaruh di sekitar Mekah. Inskripsi Ummul Jimmal pada pertengahan abad ke 6 membuktikan di sekitar Siria nama Allah disembah dengan konsep yang benar. Inskripsi itu diawali dengan ungkapan Allah ghafran (Allah mengampuni).
Alkitab Arab menggunakan nama Allah sebagai perkembangan penyebutan nama El ke dialek bahasa Arab.
- Istilah “Allah” berasal dari kata “al-illah”. Al = “the” dalam bahasa Inggris, illah = Tuhan. Jadi artinya: Tuhan yang Satu. Nama “Allah” ini telah dikenal dan dipakai sebelum Al-Quran diwahyukan. Kata ini tidak hanya khusus bagi Islam saja, melainkan juga merupakan nama yang oleh umat Kristen yang berbahasa Arab dari gereja-gereja Timur digunakan untuk memanggil Tuhan.
- Perlu diingat nama “El” yang dipanggil Abraham adalah juga nama Tuhan yang dipanggil oleh Hagar, ibu Ismael (Kej. 16:13) yang kemudian menurunkan bangsa Arab dan agama Islam. Allah monotheis Abraham “El” ini yang kemudian dipercaya oleh nenek moyang bangsa Arab dan kemudian berkembang dalam dialek Arab sebagai “Allah”.
- Spencer Trimingham dalam bukunya Christianity Among the Arabs in the Pre-Islamic Tunes (1997:74) membuktikan bahwa pada tahun yang sama dengan diselenggarakannya konsili Efesus (tahun 431), wilayah suku Arab telah mempunyai uskup Kristen bernama Abdelos, yang merupakan pe-Yunanian dari nama Arab “Abdullah” yang artinya “hamba Allah”.
- Encyclopaedia Britannica mencatat: Allah (arabic: “God”), the one and only God in the religion of Islam. Etymologically, the name Allah is probably a contraction of the Arabic al-Ilah, “the God”. The name’s origin can be traced back to the earliest Semitic writings in which the word for god was Il or El, the latter being an Old Testament synonim for Yahweh. Allah is the standart Arabic word for “god” and is used by Arab Christians as well as by Muslims.
- Bahasa itu selalu mengalami perkembangan bentuk dan arti. Bahkan bahasa Ibrani pernah menjadi bahasa “mati” (bahasa tulisan) yang hanya digunakan dalam penulisan sastra/kitab suci saja. Pada masa Yesus hidup, bahasa Aram-lah yang digunakan sehari-hari. Baru dalam dua abad terakhir ini bahasa Ibrani menjadi bahasa modern yang “hidup” kembali dalam percakapan sehari-hari.
- Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam bahasa Indonesia terdapat 1.495 kosa kata bahasa Arab, 1.610 bahasa Inggris, dan 3.280 bahasa Belanda yang kemudian menjadi kata-kata bahasa Indonesia. Kata Allah termasuk yang menjadi kosa-kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab. Karena itu penggunaan kata Allah untuk menyebut El/Elohim dalam PL dan Theos dalam PB adalah tepat.
- Kecenderungan sebagian orang Kristen di Indonesia selama ini untuk menghindari penggunaan kata-kata Arab tertentu dan sebagai gantinya mencari kata-kata non-Arab memperlihatkan lemahnya pemahaman tentang bahasa sebagai sebuah alat komunikasi yang seharusnya semakin membawa manusia hidup berdampingan secara damai dan bukannya malah semakin merenggangkan relasi-relasi kemanusiaan.
- Pengkultusan individu para tokohnya, yang biasanya pendapatnya bertentangan dengan arus utama.
- Bersifat elitis dan eksklusif. Sikap yang menganggap keyakinannya paling benar dan yang berada di luar itu tidak benar.
- Kecaman takabur kepada gereja. Dalam kontroversi nama Allah dikatakan: “Kalau menggunakan nama Allah berarti menghujat Yahwe; LAI singkatan: Lembaga Alat Iblis; pengikut yang berdoa kepada Allah sebagai pengikut Allah setan”.
- Mempraktikkan Taurat baru.
- Fanatisme Yudaisme. Mengagungkan bahasa Ibrani bahkan mengubah nama diri mereka dengan nama “Ibrani”.
- Motivasinya dipertanyakan. Cenderung menimbulkan kebingungan, pertentangan dan perpecahan.